Get This!Tutorial Blogger

RUBEN MAGAY: APARAT KEAMANAN KECOLONGAN

Ilustrasi Pasukan Brimob. (Indonesiaraya.com
Jayapura, 13/8/13 – Beberapa aksi kekerasan yang terjadi di Papua dalam kurun waktu satu bulan terakhir direspon Komisi A DPR Papua yang membidangi Hukum, HAM dan Pemerintahan.
Ketua Komisi A DPR Papua, Ruben Magay mengatakan, peran aparat keamanan di Papua kini sangat dibutuhkan dimana dalam kurun waktu kurang lebih satu bulan terjadi sejumlah kasus kekerasan di Papua mulai dari penembakan yang merenggut korban jiwa hingga perang antar warga.
“Saya slalu katakan peran intelejen di pertanyakan dan harus ada langkah dari mereka. Di Papua ini personil banyak, tapi kok keamanan kecolongan. Selalu saja terjadi pembunuhan dan penembakan baik yang dilakukan aparat sendiri juga orang tak dikenal (OTK). Ini semua berawal dari kinerja keamanan,” kata Ruben Magay, Selasa (13/8).
Menurutnya, harusnya hal seperti itu diantisipasi sebelum terjadi. Namun meski pun aparat keamanan membentuk tim guna mengamankan wilayah Papua tetap saja terjadi kekerasan.
“Kinerja aparat kemanan perlu diukur. Pihak korban selalu merasa keadilan tidak jelas dan rakyat makin hari makin tidak percaya. Jadi aparat kecolongan. Saya contohkan kasus di Nabire, itu karena keamanan kecolongan. Langkah prepentifnya tidak diantisipasi. Misalnya saja di lakukan operasi matoa tapi kok masih terjadi masalah,” ujarnya.
Sejak akhir Juli hingga pertengahan Agustus 2013 sejumlah kekerasan terjadi di Papua. Mulai dari penembakan tiga warga sipil yang berprofesi sebagai manteri di Puncak Senyum, Puncak Jaya, Rabu (31/7) lalu, tertembaknya warga sipil oleh oknum aparat kepolisian di Wamena hingga bentrok antar warga di sekitar Gunung Susu, Kabupaten Jayawijaya, Senin (12/8).
Untuk penembakan tiga orang mantri di Puncak Jaya, Polda Papua mengklaim telah mengantongi indentitas para pelaku. Pelaku diduga adalah kelompok bersenjata pimpinan Puron Okiman Wenda (POW)
.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol I Gede Sumerta Jaya mengatakan, dari perkembangan kejadian penembakan tersebut, pihaknya telah mengindikasi pelaku adalah POW dan ada beberapa lain diantaranya atas nama TT, DT dan MW.
“Mofitnya adalah balas dendam karena dua rekannya tewas saat anggota TNI melakukan pengejaran beberapa waktu lalu dimana ketika itu anggota TNI patroli di Sanggong dan mereka di serang. Kelompok ini sangat brutal dan ini berdasarkan keterangan dari Usimin dan Yogor yang mana mereka terlibat pembakaran polsek Pirime lalu,” kata I Gede. (Jubi/Arjuna) 

Baca Selengkapnya -

Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Berunjuk Rasa di Gedung Sate Bandung

Aksi Demo  AMP Bandung di Depan Gedung Sate
Desak Pemerintah Menghentikan aktifitas Freeport
 
BANDUNG, Inspirasi Bangsa (15/8)— Sedikitnya 30 orang dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) berunjuk rasa depan gedung sate bandung mendesak pemerintah menutup dan menghentikan aktifitas eksploitasi semua perusahaan Multy Nasional Coorporation (MNC) milik negara-negara imperialis seperti freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lainilain di seluruh tanah Papua. 

Selain itu AMP juga mendesak pemerintah memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendirisebagai solusi demokratis bagi rakyat papua serta menarik militer indonesia (TNI-polri) organik dan non organik dari seluruh Tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua, selain itu AMP juga meminta adanya ruang demokrasi di seluruh tanah Papua.

 Menurut juru bicara AMP Fian p menandaskan penandatanganan perjanjian New York (New York Agreement) antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah west new Guinea (Papua Barat) 15 Agustus 1962 dilakukan tanpa keterlibatan satupun rakyat Papua, padahal perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua. 

Klaim atas wilayah Papua sudah dilakukan oleh Indonesia dengan kontrak pertama freeport dua tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA), sehingga dari 809.337 orang papua yang memiliki hak hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan hanya 175 orang yang memberikan pendapat.(Dud’s)

Baca Selengkapnya -

Mahasiswa Papua di Bogor Minta Merdeka

Masa Aksi AMP Kota Bogor Jabar
Bogor, : Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua meminta Papua segera merdeka. Unjuk rasa tersebut digelar di Tugu Kujang, Bogor, Jawa Barat, Kamis (15/8/13).

Puluhan mahasiswa ini membawa berbagai poster berisi kecaman kepada Pemerintah RI dan menuduh TNI teroris.Mereka juga membaawa replika bendera Papua merdeka.

Selain itu mereka menilai bahwa penandatanganan perjanjian New York antara Indonesia dan Belanda terkait sengketa wilayah Papua Barat illegal karena  tidak melibatkan wakil dari rakyatnya.

Para pendemo juga menuntut dan menyatakan sikap kepada Pemerintah SBY – Boediono agar memberikan kebebasan dan menentukan nasib rakyat Papua.” Kami juga menuntut agar pemerintah menutup PT Freeport,” tegas Ebi, koordinator aksi.

Baca Selengkapnya -

Disebut TNI Hanya Tidur di Papua, Panglima TNI Kecam Komnas HAM

TNI DI PAPUA
Liputan6.com, Jakarta : Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengecam komisioner Komnas HAM Natalius Pigai. Kecaman datang karena Natalius menyebut TNI kerjaannya hanya tidur ketika mengamankan Papua.

"Saya rasa pernyataan Komnas HAM bahwa TNI tidur, merupakan pernyataan yang tidak simpatik dan tidak pantas yang dilakukan Komnas HAM. Karena mereka tidak mengerti situasinya," kata Agus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi I DPR, membahas kronologi yang terjadi di Papua beberapa waktu lalu Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/02/13).

Selain Agus, Kepala Staf Kodam Cendrawasih di Papua Brigjen I Made Agra menilai pernyataan Natalius Pigai sangat biadab. Sebagai pimpinan Komnas HAM asal Papua, Natalius tak pantas menyatakan tugas TNI di Papua hanya tidur saja.

"Itu sangat biadab, saya sudah bertahun-tahun meningalkan anak," serunya.

Dia mengungkapkan, hubungan antara TNI dengan masyarakat Papua sangat harmonis. Buktinya saat evakuasi korban penembakan kemarin, seluruh masyarakat berbondong-bondong membantu TNI mengevakuasi Jenazah.

"Koramil di sana itu sama, kami tidak pernah menggunakan senjata tajam. Sebab kami tahu yang dihadapi adalah rakyat sipil, saya bertanggung jawab memang di sana ada pembiasaan TNI," tuturnya.

Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, ketidaksiagaan TNI menjadi salah satu penyebab insiden penembakan anggota TNI oleh kelompok yang diduga Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) dan Murib. Jumlah anggota TNI di Papua mencapai 16.000 orang, dan 200 di antaranya anggota intelijen. Sementara anggota kelompok separatis di Papua diperkirakan mencapai 1.000 orang.

"Jadi sisanya pada tidur dan nongkrong. Wajar ditembak," ujarnya dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (22/2/2013).

Dia melanjutkan, dari perspektif HAM, konflik antara pihak yang memiliki senjata tidak bisa dikategorikan pelanggaran HAM. "Seandainya yang ke delapan TNI itu ditembak oleh OPM (Organisasi Papua Merdeka), itu tidak melanggar HAM karena keduanya adalah kelompok bersenjata yakni baik negara dan milisi. Jadi tidak ada pelanggaran HAM di situ," ucap Natalius.

Natalius mengatakan, Komnas HAM menolak keras aksi represif pemerintah di tanah Papua. Pemerintah jangan menjadikan masyarakat sebagai kambing hitam dengan menyebut sebagai kelompok separatis.

"Presiden bilang mau melakukan pendekatan dengan hati. Tapi, baru satu bulan, ada 700 tentara yang dikirim ke Papua. Antara tutur kata dan perbuatan Presiden SBY tidak seimbang," ucapnya. (Sah)
Baca Selengkapnya -

80 PERSEN OTSUS PAPUA GAGAL

Demo kegagalan Otsus (Dok. Jubi)
ayapura, 4/3 – Penilaian terhadap rencana pelaksanaan pameran keberhasilan UU Otonomi khusus bagi Papua di Jakarta, terus mengalir. Diduga, pameran tersebut berlangsung diluar Papua, lantaran gagal delapan puluh persen.
Penilaian lain kali ini datang dari Antopolog Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, tapi juga pengamat masalah sosial masyarakat, Frans Apomfires. Menurut dia, delapan puluh persen dari pelaksanaan UU itu oleh Pemerintah, gagal. Akhirnya, pameran pelaksanaan keberhasilannya berlangsung diluar Papua yakni di Jakarta, 3-7 April 2013 mendatang.
“Bagi saya, UU ini sudah gagal 80 persen, tapi bisa jadi lebih dari 80 persen. Karena gagal, maka pemerintah takut menggelar pameran tentang keberhasilannya di Papua,” kata Frans kepada tabloidjubi.com di Abepura, Senin (4/3). Lanjut dia, salah satu kegagalan diantaranya adalah penembakan masih saja menghantui wilayah tertimur ini.
Februari lalu, Kelompok Gerakan Sipil Bersenjata Papua melakukan penghadangan terhadap pasukan TNI dan penembakan terhadap Pos TNI di wilayah Puncak Jaya, Kamis, 21 Februari pagi. Penembakan tersebut mengakibatkan 8 personil TNI gugur. Kejadian pertama terjadi sekitar pukul 09.30 WIT, Gerakan Sipil Bersenjata Papua melakukan penembakan Pos TNI di Pos Tinggi Nambut, Puncak Jaya yang mengakibatkan 2 (dua) korban yaitu Lettu Inf Reza Komandan Pos Tinggi Nambut mengalami luka tembak pada lengan sebelah kiri dan Pratu Wahyu Prabowo anggota Pos Yonif 753 Tinggi Nambut, Nabire terkena tembakan di dada hingga gugur.
Sedangkan kejadian kedua sekitar pukul 10.30 WIT, Gerakan Sipil Bersenjata Papua melakukan penghadangan terhadap anggota TNI yang sedang dalam perjalanan menuju Bandara Sinak, yang mengakibatkan 7 anggota TNI gugur. Ketujuh anggota TNI tersebut adalah Sertu Udin, Sertu Frans. Keduanya adalah anggota Koramil Sinak Kodim 1714 Puncak Jaya. Penembakan kembali lagi terjadi pada 24 Februari. Tragedi penembakan lanjutan ini menewaskan lima warga sipil. Mereka (warga) tewas tertembak di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak Jaya.
Para korban sipil yang tewas masing-masing Yahonis Palimbong, Markus Cavin, Rendenan Payu, Yulyanus, dan Rudi. Kelima warga sipil yang tewas ini berada dalam satu rombongan dengan anggota TNI yang akan menuju Bandara Puncak Jaya. Namun, di tengah jalan mereka dihadang anggota OPM.
Penjelasan lain dalam UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua itu menyatakan Otonomi khusus bagi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penegakan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan Provinsi Papua. (Jubi/Musa)
Baca Selengkapnya -

PEMEKARAN HANYA MENGUNTUNGKAN ELIT LOKAL PAPUA

peta west papua
Jayapura, 4/3 — Pemekaran di Papua bukan satu-satunya solusi untuk memecahkan berbagai konflik. Malah sebaliknya, pemekaran dinilai sebagai sumber konflik.
Pernyataan tersebut dinyatakan salah satu aktivis HAM Papua, Elias Petege saat menemui tabloidjubi.com di Jayapura, Papua, Senin (4/3).
Menurut dia, semakin banyak pemekaran, semakin banyak aparat keamanan yang tersebar di setiap pelosok Papua. Sementara kata dia, saat ini, rakyat Papua masih trauma dengan adanya aparat  kemanan.
“Akarnya konflik politik. Bukan masalah lapar atau kesejahteraan. Pemekaran bukan solusi, justru mempersempit pergerakan rakyat Papua,” kata Eli, Senin.
Menurut Eli, panggilan Elias Petege, selain mempersempit ruang gerak rakyat sipil yang memperjuangkan hak dan keadilannya di tanah Papua, pemekaran hanya dimanfaatkan oleh elit lokal Papua yang berjuang untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Dengan adanya pemekaran, kata dia, kepentingan kelompok bermain, konflik antarkepentingan juga ‘bermain’, rakyat Papua diadudomba oleh kepentingan elit-elit yang ‘pintar’ mengatur skenario konflik.
Eli menyebut, pemekaran juga dijadikan momen untuk memperluas areal perkantoran dan administratif. Semakin berkembang wilayahnya, semakin banyak hutan yang dirambah, dan semakin rusak lingkungan.
Menurut dia, satu-satunya solusi untuk menyelesaikan berbagai konflik di Papua hanya dengan dialog. Dengan itu, lanjut dia, semua masalah yang ada, dari semua aspek, didiskusikan bersama presiden, rakyat Papua dan penengah.
“Dalam dialog nanti ditemukan solusi bersama,” lanjut Eli Petege.
Akhir bulan lalu di Jakarta, Ketua Kaukus Parlemen Papua, Paskalis Kossay mengatakan, pemekaran merupakan solusi untuk menyelesaikan konflik di Tanah Papua. (Jubi/Timoteus Marten)
Baca Selengkapnya -

Benny Wenda Ketemu Pengungsi West Papua di PNG

Vanimo – Pemimpin diplomat Papua Barat di Internasioal, tuan Benny Wenda dalam agenda “Freedom Tour” telah menempatkan waktu untuk mengunjungi rakyat Papua Barat yang berada di pengungsian Papua New Guinea (PNG) selama hampir seminggu sejak 27 Februari hingga 1 Maret 2013 lalu.

Menurut pantauan crew KNPBnews, dalam kunjungan resmi itu Benny Wenda didampingi pembuat film dari Inggris Dominic Brown tinggal bersama di rumah pengungsi West Papua, mendengar penderitaan pengungsi, menyampaikan pesan-pesan perjuangan serta membahas agenda-agenda perjuangan bangsa Papua.
 
Pada hari Sabtu (1/3), tuan Benny Wenda mengundang pengungsi serta kelompok-kelompok perjuangan yang berada di pengungsian serta dari dalam negeri Papua Barat. Dalam pertemuan tersebut, ratusan rakyat Papua Barat hadir mendengarkan pidato terbuka dari tuan Benny Wenda.
Self-Determination: Agenda Fokus Perjuangan Rakyat West Papua
 
Tuan Benny Wenda, dalam pidatonya menyatakan bahwa saatnya perjuangan rakyat Papua Barat baik di dalam negeri maupun di luar negeri menyatukan agenda perlawanan dengan satu tuntutan yaitu Self Determination atau menuntut hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua.
 
“Sekarang bukan waktunya rakyat Papua berjuang untuk organisasi atau faksi masing-masing, saya melakukan perjalanan ini untuk menyatukan agenda perlawanan bersama dengan tuntutan yang tunggal yaitu self determination, sehingga semua organisasi dan rakyat mari satukan energi dalam satu tuntutan bersama”, tutur Benny Wenda.
 
Benny Wenda menyatakan bahwa West Papua dalam kanca diplomasi internasional sudah pada tingkatan yang tidak main-main. “Diplomasi West Papua di Internasional sudah pada tahap perang terbuka dengan negara kolonial Indonesia, kami sudah tidak main-main dengan agenda rakyat West Papua dan Indonesia tidak akan menang karena rakyat West Papua sedang berjuang diatas kebenaran sejarah secara terbuka dan legal dalam sistem negara-negara di dunia” kata pria ini yang baru lepas dari jerat interpol (DPO Internasional) sejak 2012 lalu.
 
Dalam pidato itu juga, Benny Wenda melakukan sharing terbuka dimana dirinya menyapa dan menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar perjuangan yang diajukan oleh rakyat yang mendengar pidatonya.  Ia juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada rakyat PNG yang memberikan tanah bagi rakyat pengungsi Papua Barat di PNG.
 
Benny Wenda, dalam perjalanan diplomasi terbuka ini telah berkunjung ke Senator AS, Parlemen New Zealand, Australia dan kini dalam beberapa waktu kedepan akan berkunjung di Parlemen PNG di Port Moresby. Aktivitas perjalanannya dapat diikuti pada situs freewestpapua.org.
Pidato Benny Wenda Depan Pengungsi

Benny Wenda Mendengarkan Sambutan Perwakilan Rakyat PNG

Pengungsi Papua Barat di PNG sedang mendengar Pidato Benny Wenda

Suasana Pertemuan Benny Wenda bersama Pengungsi West Papua
  Sumber : KNPBnews
Baca Selengkapnya -